Kamis, 03 September 2015

Surat Terbuka Untuk Pak Jokowi

SURAT TERBUKA UNTUK PAK JOKOWI

Dear Pak Jokowi.
Perkenalkan saya orang desa udik dari sebuah kampung di Magelang. Apa kabar Pak? Semoga sehat-sehat saja. Aamiin.

Pak, sudah dua hari ini saya kecelik. Mau beli bensin di pom bensin Jogokaryan tapi habis. Premium habis. Pertamak juga habis. Apakah bbm mau naik lagi Pak? Mengingat kemarin kelangkaan daging sapi  berakhir dengan keputusan impor sapi sebanyak lima puluh ribu ekor dari Australi.

Aduh Pak. Saya wong ndeso yang ndak tau politik. Yang saya tau, tetangga-tetangga saya di kampung, mereka sangat mengidolakan Bapak. Waktu pemilu kemarin, sudah jelas mereka mendukung Bapak yang katanya lugu, jujur dan ndeso seperti kami. Pro rakyat kata mereka. Sampai sekarang Pak, mereka masih menyanjung bapak yang hobi blusukan. Dulu awal Bapak diangkat jadi Presiden, dan kurs dolar sebelas ribu rupiah, mereka bilang itu Jokowi efek. Karena kepercayaan pasar pada Indonesia di tangan Bapak. Tapi sekarang, ketika kurs dolar empat belas ribu rupiah yang hampir menyamai rekor di tahun 1998, tidak ada satu pun dari mereka yang jahat mengatakan bahwa itu adalah Jokowi efek. Dalam situasi ekonomi yang seperti sekarang, mereka masih chusnudzon sama Bapak dan masa depan Indonesia di tangan Bapak. Aduh Pak, mengharukan sekali loyalitas mereka. Semoga Bapak tidak mengecewakan mereka ya Pak. Aamiin. Karena itu juga harapan saya.

Tapi Bapak. Lain tetangga-tetanggaku, lain pula teman-temanku di Jogja. Dari teman kos sampai teman ngangkring di kucingan, mereka pesimis sama Bapak. Mereka pesimis akan masa depan Indonesia di tangan Bapak. Ah, lagi-lagi saya hanya wong ndeso yang ndak tau politik.

Memang gak mudah ya Pak jadi Presiden? Bbm naik, yang disalahin presiden. Kurs rupiah anjlok, yang disalahin presiden. Sampai cabai mahal pun yang disalahin Presiden. Saya gak bakal sanggup jadi Presiden. Harapan saya, kalau anda bisa bertahan sampai lima tahun ke depan, semoga Bapak gak ngecewain orang-orang seperti tetangga saya. Kasihan mereka yang selalu chusnudzon sama Bapak. Kalau saya, gak usah dikasihani, karena selain kemarin pemilu saya golput, saya kesulitan untuk chusnudzon sama Bapak. Yang saya bisa hanya beristighfar jika mulai marah-marah jengkel sepulang dari pasar Prawirotaman dengan belanjaan yang bikin kantong menangis. Harga apa saja di pasar naiiiiik. Kalau mau buat kebijakan, ingat tetangga-tetangga saya ya Pak? Termasuk tetangga saya yang peternak sapi yang juga pendukung fanatik Bapak.


The last, Jangan Cuma blusukan Pak, kebijakan Bapak sebagai Presiden yang terpenting buat kami.